Beranda | Artikel
Layang-Layangku dan Terpaan Angin
Senin, 7 Desember 2015

Saat SD atau SMP paling sebagian kita pernah bermain layang-layang. Kami pun pernah.

Dahulu kami mencari tempat yang tinggi di dekat rumah, lalu berusaha menaikkan layang-layang dengan benang yang berada di gulungan kaleng.

Coba lihat … Layang-layang tersebut naik pelan-pelan dari keadaan angin yang awalnya sepoi-sepoi. Kadang juga ada hembusan angin yang kencang dari bawah.

Lama kelamaan layangan tersebut beranjak naik. Terus naik dan terus naik, hingga berada di ketinggian sampai benang yang berada dalam gulungan habis karena terus dilepas.

Coba rasakan, beda sekali saat layangan tersebut di ketinggian dan di keadaan rendah.

Betul kan?

Kita yang memegang dari bawah merasakan terpaan angin di atas sangat kuat, beda saat masih rendah di bawah. Sehingga kita pun memegang benangnya dengan kuat, jangan sampai lepas.

Namun kalau sudah seimbang di atas, terpaan angin yang kencang pun kita anggap biasa.

Sohibku … Kehidupan kita seperti itu.

Sebelum kita beranjak ke kedudukan tinggi, kita beranjak belajar dari bawah terlebih dahulu.

Masih angin sepoi-sepoi yang kita rasakan. Atau ada yang langsung melejit karena terpaan angin kencang.

Jika lolos, kita beranjak ke tempat yang lebih tinggi.

Artinya saat di atas, iman kita makin meningkat. Namun cobaan angin pun makin berat.

Tatkala kita ingin istiqamah (tetap) di atas, ada tiupan angin di kanan-kiri. Kadang angin yang datang tiba-tiba langsung bisa merusak layangan kita atau membuat layangan kita jadi terganggu kestabilannya.

Maksud angin tadi adalah cobaan dalam hidup kita.

Ada angin yang datang membisikkan, ahh sok alim.

Ada angin yang mengisukan tidak benar tentang kita, alias fitnah.

Ada angin yang juga berusaha jatuhkan kita ke bawah.

Sampai ada angin besar yang membuat kita goyah, karena tuduhan yang mungkin sangat menusuk: Anda teroris, Anda Wahabi yah, Anda kok gak mau ikut umumnya masyarakat, Anda kok tinggalkan tradisi si mbah dan nenek moyang dahulu.

Ada angin pula yang sifatnya cobaan, yaitu cobaan pada harta, istri dan anak kita.

Angin kencang yang menggoyahkan layang-layang tadi, jika kita berusaha hadapi dengan tenang, kita pegang benang layangan kita dengan kuat dan ada trik-trik untuk menjaga kestabilan layangan kita, niscaya semua cobaan tadi bisa teratasi.

Ujung-ujungnya kita akan merasa nikmat dan tenang ketika berada di atas.

Artinya: Saat iman dan akidah kita kuat, selalu merasakan ketenangan. Itulah ujung-ujungnya.

Lihat saja layangan tadi kalau sudah stabil di atas. Kita pun dari bawah enak melihatnya.

Sama halnya ketika berada di atas pesawat, berada di ketinggian di atas awan, akan terasa lebih tenang … Coba deh rasakan sendiri.

Kita ingin terus di bawah atau mendaki hingga ke atas sehingga merasakan ketenangan yang lebih nikmat.

Itu pilihan kita sendiri.

Ingat saat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, manusia siapakah yang cobaannya paling berat, beliau menjawab:

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi.”

Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,

“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, Ahmad, shahih)

Semoga jadi renungan hidup.

Renungan saat di pesawat Citilink menuju Jakarta (Kemang), Senin 25 Safar 1437 H di pagi hari penuh berkah.

By: Muhammad Abduh Tuasikal (Abu Rumaysho)

• Silakan gabung dengan Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @RemajaIslam, @UntaianNasihat

Artikel RemajaIslam.Com


Artikel asli: https://remajaislam.com/726-layang-layangku-dan-terpaan-angin.html